Senin, Desember 01, 2008

kaum cadas harus tahu

TENTANG PUNK, Punkophilia dan Punk Rock ini secara garis kasarnya anda sudah mendengamya ‘tul?! Malahan Punk Rock Festival telah diselenggarakan untuk pertama kalinya di gedung 100 Club, yang sempat menimbulkan keonaran dan kecelakaan berat pada beberapa penontonnya. Punk memang dinilai sementara pihak sebagal lambang keonaran, keganasan, dan hal-hal buruk lainnya. Group Punk Rock didirikan oleh anak-anak muda yang berusia di antara 14 dan 26 tahun, yang kebanyakannya para anak muda yang tak tamat belajar, dan mereka-mereka yang lari dari rumah orang tuanya. Punk Rockers adalah mereka yang menjanjikan bahwa uang hasil ngamen mereka akan dicoba juga agar bisa dinikmati mereka-mereka lainnya masyarakat Punk. Sikap ini suatu ejekan pada group-group rock yang sekarang sudah hebat-hebat dan memperoleh uang banyak hanya untuk kesenangan mereka sendiri.
Untuk merefleksikan dan mengekspresikan intisari dari masyarakat Punk, mereka membutuhkan beberapa “pahlawan” mereka. Tertujulah pada nama-nama group THE SEX PISTOLS, THE DAMNED - dan THE CLASH yang paling kena untuk dijadikan heroes mereka. Sebagai manifestasi mereka yang anti Hippies dengan slogannya “Love and Peace”, maka Punk menandinginya dengan sIogan “Hate and War”. Musik mereka cepat dan keras macam peluru senapan otomatis.
Golongan Punk ini adalah mereka-mereka korban keganasan frustrasi dalam satu masyarakat kapitalistis. Eksentrisitas mereka salah satunya diperlihatkan melalui tindakan merobek-robek kaos oblong atau baju mereka, lantas disambung-sambungkan lagi oleh peniti dan dipakai lagi. Johnny Rotten penyanyi Sex Pistols membiarkan giginya tak pernah digosok, agar menjadi hijau. Budaya mereka tidak seperti mods atau rockers yang didominasi kaum pria, tetapi menunjukkan satu trans-sexuality yang benar-benar nyata.
Lantas para punk rockers ini menyebut musik mereka sebagai “rock and roll jalanan,” karena limapuluh persen para musisinya maupun para tresnawannya sudah merasa beruntung kalau mereka itu tidak masuk penjara karena perilaku mereka. Amerika mewakilkan Punk Rock pada group group Ramones - Television - The Dictators - Blondie - Talking Head - Mink de Ville - Void Oids - Jonathan Richman and The Modern Lovers - Barbarians - Swingin’ Medallions - Standells Heartbreakers.
Untuk parade Punk Rock kali ini kita serahkan saja pada tiga buah group Punk Inggris; Sex Pistols, The Damned dan Clash, yang mau mengungkapkan lebih dalam akan apa dan bagaimana bentuk dan sifat kedalaman dari Punk Rock ini. Kalau ada di antara anda yang tanya untuk apa AKTUIL secara rame-rame menurunkan parade Punk ini, penulis hanya bisa jawab singkat saja, yaitu untuk mendokumentasikan satu kejutan yang sekarang sudah merupakan “bukti jadi” di dalam zaman ini, dan merupakan sub- kultur di dalam ruang hidup budaya tandingan.
Ikut kita paradekan SEX PISTOLS yang kita kasih kesempatan pertama untuk memulai cuap-cuap Punk-nya. Sex Pistols terdiri dari: Johnny Rotten (Vokal) - Steve Jones (gitar) - Glen Matlock (bass) - Paul Cook (drums).
Sex Pistols ini membawakan lagu-lagu anti cintrong, dan sebaliknya menyanyikan lagu-lagu yang bernafaskan sinisme atas kelakuan mereka-mereka yang tadinya mengaku Hippies tapi hidup mewah-mewahan. Di samping itu Sex Pistols juga seneng lagu-lagu tentang kebencian yang dianggap mereka sebagai kejadian sehari-hari yang mereka hadapi, di samping lagu-lagu yang berbau politik.
“Musik kami tidak memerlukan propaganda, atau publisitas macam apapun, karena musik kami bukan komersial,” demikian pernyataan Johnny Rotten. Lantas apa maksudnya kalau bukan komersial? “Kami berbuat apa yang ingin kami perbuat, apa yang selalu kami perbuat,” menjelaskan Johnny Rotten. Dan para tresnawan Sex Pistols menyukainya karena mereka mengenalnya sebagai hidup mereka juga. Sex Pistols bermaksud memberikan kejutan pada orang-orang dari keadaan apatis mereka. Mereka menghendaki orang-orang ini berbuat sesuatu jangan macam Hippies. Cerita tentang Sex Pistols sendiri adalah cerita yang menggambarkan keadaan suatu masyarakat pada zamannya.
“Kami lebih bersikap anti sosial ketimbang anti politik,” kata pemain bass Sex Pistols, Glen Matlock. Seperti yang ada dalam lagu Sex Pistols Anarchy In The U.K, maka Sex Pistols bukan lagi yang menganjur-anjurkan paham anarkisme, akan tetapi mereka sendiri itulah aksinya. Mereka tak mau lagi dijadikan korban dalam satu masyarakat yang kejam, oleh karena itulah mereka menganggap keganasan sebagai hal yang lumrah sehari-hari. “Mulai sekarang kita tidak mau lagi dijadikan korban kekejaman, dan mereka itulah yang sebenarnya yang berusaha mendekatkan kami pada keganasan. ltu bukan salah kami,” kata Johnny Rotten.
Apakah masih ada tersisa rasa cinta pada diri Johnny Rotten dan kawan-kawannya? “Tak ada cinta dalam diri kami. Saya sendiri tak percaya akan cinta, dan tak akan mau mempercayainya. Cinta hanyalah mitos yang dibawa Mickie Most dan begundal-begundalnya untuk menjual laris piringan hitam. Anda tak mungkin bisa menyintai segalanya. Cinta semacam apa yang anda rasakan untuk seekor anjing atau seekor kucing, dan tidak untuk diterapkan pada jenis manusia. Dan kalaupun sampai diterapkan pada manusia, maka dia adalah tolol,” kata Johnny Rotten yang pernah secara terang-terangan anti Kristus itu. Lantas macam mana tanggapan Sex Pistols terhadap sesama orang yang saling menyukai? “Itu hanya dorongan sex saja. Tak lebih tak kurang! Sesudah itu manusia mulai memperlihatkan sitat-sifat draculanya. Anda bisa saja menyukai seseorang. Tapi apakah anda sanggup terus bersamanya tanpa bosan?” demikian Rotten.
Nama Sex Pistols sekarang ini sudah dilarang untuk muncul di club-club macam Marquee, Dingwalls, Roundhouse, Nashville, dan bahkan club yang bernama 100 Club, semuanya tak memberi izin main. Sex Pistols yang anggota-anggotanya bekas crossboys di Kings Road itu berbicara pula tentang ciptaan lagu-lagunya. “Semua lagu yang kami ciptakan diatasnamakan Sex Pistols, dan tak ada yang atas nama pribadi yang dapat menimbulkan perasaan untuk diberi bagian lebih banyak dari hasil ciptaannya itu. Cara begitu memang memuakkan. Tak ada sebuah lagu pun yang benar- benar orisinal hasil ciptaannya, semuanya saling kait memengaruhi ide masing-masing,” kata Johnny Rotten yang sebenarnya yang paling banyak mencipta lagu bagi Sex Pistols, seperti Problems, I Wanna Be Me, Liar, Pretty Vacant, Submission - dan Anarchy In The U.K. Jadi tak ada nama perorangan sebagai pencipta lagu dalam grup Sex Pistols.
Kemudian ingin juga penulis kemukakan pendapat Johnny Rotten tentang Rock and Roll. “Saya memang mendengarkan musik rock and roll tapi tak menaruh respek terhadap jenis musik tersebut. Rock and roll sama saja dengan jenis funk yang dimainkan di toko-toko pakaian di King’s Road. Apakah khalayak benar-benar mendengarkan pada musik macam begitu? Tidak! Rock and roll cuma berupa musik background untuk mengiringi mereka-mereka membeli celana jeans. Saya merasa kasihan pada mereka yang menerapkan otak mereka pada sesuatu yang moronik dan memuakkan macam begitu,” demikian pandangan Johnny Rotten.
Sex Pistols mempunyai golongan tresnawan yang setia yang menamakan diri mereka The Bromley Contingent. Di gedung Marquee, Johnny Rotten telah membikin onar dengan melempar-lemparkan kursi ke sekeliling gedung. Di club Nashville, The Sex Pistol terlibat perkelahian sewaktu mereka main. 100 Club melarang mereka main lagi setelah terjadi insiden yang sempat menimbulkan korban dan keributan. Ada gejala-gejala yang nampak bahwa golongan Punk ini kehilangan masa avonturisme sewaktu mereka masih kanak-kanak karena tak punya tempat untuk menyalurkannya. Hal ini diakui oleh Johnny Rotten. “Ya, tak ada tempat bagi kami untuk menyalurkan rasa avonturisme kami, kecuali berbuat ugal-ugalan di jalanan melempari mobil dengan batu, dan mencoba membongkar toko makanan.”
Bagaimana pandangan mereka pada hari depan? ”Tak begitu penting, dan kami tak perlu berkompromi untuk menyukseskan karya musik kami. Dan apabila kami sukses, uang itu bisa kita manfaatkan untuk anak-anak muda macam kami lainnya, yang dianggap musuh oleh masyarakat.” ltulah beberapa pandangan dari Sex Pistols tentang sikap dan pemikiran Punk mereka.
Remaja-remaja Punk di samping punya pahlawan Sex Pistols juga memiliki group musik THE DAMNED yang jadi kesenangan mereka. Formasi The Damned terdiri dari: Dave Vanian (vokal) - Brian James (gitar) - Ray Burns (bass) - Rat Scabies (drums). Single mereka berjudul New Rose. Tentang kekejaman, Brian James mengeluarkan pendapatnya. “Selalu ada kekejaman dan akan anda jumpai keganasan itu di mana anda berada.” Dalam Festival Punk Rock di 100 Club, London, seorang gadis telah buta matanya karena luka yang diakibatkan lemparan gelas. Dalam setiap pertunjukannya, pemain drum Rat Scabies selalu akan menghancurkan drums setnya sampai berkeping-keping. Dave Vanian berteori bahwa “Keganasan akan selalu timbul dalam setiap budaya. Bila ada sesuatu yang baru tentu khalayak akan menimpakan kesalahan timbulnya keganasan itu pada sesuatu yang baru, macam pada Punk Rock sekarang ini. Selalu mereka-mereka ini menuduh begitu daripada mengoreksi diri mereka sendiri. Coba saja lihat dengan awal pemunculannya, Elvis Presley, yang dituduh sebagai pembawa pengaruh jelek pada muda-mudi Amerika,” demikian pendapat Dave Vanian tentang keganasan yang dituduhkan orang sebagai salah satu atribut golongan Punk.
Yang digarap oleh The Damned dalam musiknya menurut Dave Vanian adalah musik yang enerjik tinggi. ”Kami tak ingin macam band rock psychedelic yang berkesan bercengeng-cengeng dengan bunga segala macam. Saya tak merasa tertarik dengan bunga dan warna-warni yang macem-macem yang namanya psychedelic itu. Saya lebih tertarik dengan masalah kehidupan sekarang ini. Orang menilai salah dengan menyebut kami golongan pengganas. Musik kami lebih cepat, disebut sebagai intensi, karena muncul dari dalam sanubari kami dan kami inginkan untuk keluar. Biarpun kami memainkan musik slow namun tetap agresif dan nampak ganas pada para penonton. Tapi yang ada di otak kami bukanlah keganasan,” kata Dave Vanian. Sebelum tergabung dalam The Damned, Brian James bersama Scabies tergabung dalam band bernama The London 55. Ketika band tersebut bubar, Brian dan Rat Scabies mencari pemain lain dan ketemu dengan teman lama Brian yang namanya Ray Burns. Tinggal mereka memerlukan seorang penyanyi dan Rat Scabies menemui Dave Vanian di Nashville Rooms London. Empat minggu mereka latihan, seterusnya The Damned muncul pada Festival Punk Rock Eropa di Prancis. Pada saat itu di Birmingham, sebuah group glam rock bernama Suburband Studs telah memotong pendek rambut mereka dan dalam musiknya tempo permainan dinaikkan jadi dua kali lipat dari tempo biasanya, sehingga begitu cepat. Mulai dari situlah bermunculan group-group Punk Rock lainnya termasuk The Damned ini.
Apakah The Damned ini tak bisa main musik seperti dituduhkan oleh beberapa kritikus musik? “Saya memang tak membaca pelajaran musik, tapi saya belajar akord dan belajar blues 12 bar dan dari situ saya membikin cabang musik yang lain,” kata sang pemain gitar Brian James. “Jadi tuduhan tak bisa main musik memang tuduhan yang busuk,” kata Brian menambahkan. Sekarang giliran David Vanian lagi berbicara karena ia dituduh meniru gaya Iggy Stooge. “Ya saya memang dengar tuduhan macam itu. Tapi saya tak pernah nonton Iggy dan tak mau tahu gaya bagaimana yang ia suguhkan. Kalau nonton band saya lebih tertarik oleh gaya pemain gitar ketimbang penyanyinya. Saya tak mau niru gaya rock star lain untuk show saya,” kata Dave Vanian. Perhatian pada musik dan mulai menyenangi musik bagi Dave Vanian telah dimulai sejak ia berumur tujuh tahun. Baru setelah nonton grup New York Dolls, ia dapat ide ke mana sebenarnya musik yang ia inginkan akan dijelmakan nanti.
Setiap pemunculan di show Dave Vanian selalu mengenakan make-up muka macam perempuan. “Saya tak ingin disebut banci atau cewek. Saya tak berpikiran bahwa bermake-up itu diartikan sebagai cewek. Laki-laki pun boleh saja bermake-up dan itu cukup wajar,” kata Dave Vanian.
Sementara itu Brian James merasa tertarik dengan tokoh model Udo Kier di dalam filmnya Andy Warhol berjudul The Blood Of Dracula. Favorit Brian James adalah James WiIliamsons dari The Stooges dan juga Syd Barrett sebagai pemain-pemain gitar pujaannya. Brian James pulalah yang banyak menulis lagu untuk bandnya The Damned, seperti antara lain lagu-lagu berjudul Feel The Pain - One Of The Two Alone - See Her Tonight - So Messed Up dan tentu saja single The Damned yang baru yaitu New Rose.
Bagi Brian James, the Damned adalah tempat kerjanya yang paling menarik dibanding dengan macam pekerjaan lainnya. “Saya tak ingin menurut pada aturan yang dibikin seseorang, karena saya memiliki aturan saya sendiri.” Demikian kata Brian James.
Oleh seorang jurnalis cewek Caroline Coon yang banyak mempublikasikan tentang kegiatan Punk Rock, Brian James ditanya apakah grup The Damned juga menginginkan kepopuleran? “Tentu saja kami menginginkan popularitas, akan tetapi sebagai penilaian akhir terhadap apa yang kami kerjakan. Saya sendiri sampai sekarang belum memahami siapa sebenarnya diri saya ini. Yang saya tahu adalah apa yang saya kerjakan dan bagaimana perasaan saya. Ide yang menyeluruh dari apa yang disebut sanitas dan insanitas kini telah hilang pengertiannya. Saya kira sesuai dengan keadaan masyarakat yang makin memuncak suhunya, maka suhu musik juga tambah meningkat, demikian juga dengan sifat reaktif yang makin meningkat. Apa yang bisa anda kerjakan adalah membikin hal yang bertambah baik bagi diri anda sendirl.” Itulah pandangan hidup dari Brian James.
Kita lanjutkan dengan group Punk Rock lainnya yaitu the CLASH. Ketika mereka mengadakan pertunjukannya di gedung lCA di London, grup Clash telah merasa kaget dengan disuguhkannya sebuah bentuk keganasan yang diperlihatkan oleh penonton. Seorang pria telah dilukai mukanya dengan pecahan botol oleh sang wanita pacarnya. Muka si pria penuh darah dan, si cewek dalam keadaan mabuk. Tapi ternyata adegan itu cuma sebuah pertunjukan bentuk cinta doang. Melihat adegan keganasan semacam itu grup The Clash merasa kurang senang. Kemudian salah seorang anggota The Clash bernama Joe Strummer berteriak ke arah penonton. “Kamu-kamu semua yang menganggap keganasan sebagai hal yang mantap, alangkah baiknya untuk pulang ke rumah dan mencoba mengumpulkan prangko saja. Itu lebih menunjukkan kemantapan!” seru Joe Strummer.
Nama lagu kebangsaan dan kebanggaan grup The Clash adalah lagu yang berjudul White Riot yang Iiriknya berbunyi:

All the power is in the hands
Of people rich enough to buy it
While we walk the streets
Too chicken to even try it
And everybody does what they’re told to
And every body eats super market soul-food
White riot, I wanna riot
White Riot - A Riot of my own.

Lagu-lagu lainnya yang berlirik politis macam Denigh - Protest Blues- Career Opportunities - dan 1977. Dan musik mereka itu punya cukup kekuatan untuk menggerakkan penonton menjadi buas.
Yang menunjang group The Clash ini adalah: Joe Strummer (vokal, gitar), Mick Jones (gitar) - Paul Simenon (bass) - Terry Chime (drums). Grup The Clash - ini menurut pengakuan: punya misi untuk menyalurkan ilustrasi publik ke dalam hal-hal yang kreatif sifat dan bentuknya. Tapi sungguh sulit untuk memberikan balans antara reaksi positif dengan bentuk kemasan itu. Keempat anggota The Clash, semuanya punya latar belakang kehidupan yang tidak begitu menggembirakan. Mereka berasal dari keluarga yang kurang mantap rumah tangganya. Masa kecil mereka kurang memperoleh cinta kasih orang tua, “Saya belajar untuk hidup di atas kaki sendiri sudah sejak masa kanak- kanak saya,” demikian pengakuan Joe Strummer. Mereka tak pernah bisa nonton konser-konser rock macam anak muda lain yang punya duit. Satu-satunya yang pernah dilihat oleh Paul Simon hanyalah pertunjukan Sex Pistols.
Secara singkat Joe Strummer menerangkan tentang apa itu Punk Rock. “tu adalah musik masa kini yang punya ciri Inggris. Kami menyanyikannya dalam bahasa Inggris, tidak berlatah-latah meniru dialek Inggris-Amerika yang sering dipakai oleh penyanyi rock Amerika. Kami menolak kalau mesti niru-niru dialek Amerika,” itu kata Joe Strummer. Lantas bagaimana pendapat Mick Jones? “Punk Rock adalah musik satu -satunya tentang anak-anak muda berkulit putih. Anak-anak muda kulit hitam sudah memiliki musik mereka sendiri,” kata Mick Jones. Dan tentang Hippies, Joe Strummer memperlihatkan tulisan di punggungnya yang berbunyi Hate and War, sebuah motto yang berlawanan dengan motto Hippies Love and Peace.
“Hippies yang masih berkeliaran sekarang ini telah menimbulkan sikap apatis yang jelek. Hippies sudah gagaI dan dianggap masa lalu,” kata Joe Strummer. Untuk memberikan pandangannya tentang masyarakat sekarang ini Joe Strummer berkata,
“Sulit bagi anak-anak muda model kami untuk menerjuninya. Semua bentuk hukum pasti bertentangan dengan kami ini. Yang jelas, siapa memiliki uang, dialah yang berkuasa,” kata Joe Strummer. Kemudian ditambahkan oleh Paul Simenon bahwa, “Keadaan sosial masyarakat sekarang ini justru menambah lebih banyaknya lagi jumlah anak-anak brandal di jalan-jalan. Itu salah pemerintah yang tidak pernah memberikan saluran yang positif pada anak-anak muda. Sebaliknya malahan kami dikirim ke Afrika Selatan atau Rhodesia untuk membantu memperkuat pemerintahan orang lain yang putih dan rasialis, yang akhirnya menjagal kami semua,” kata Paul Simenon. Selanjutnya Mick Jones menambahkan pula. “Seharusnya dengan tingkat teknologi yang begitu pesat, bisa tambah memberikan lapangan kerja. Tapi buktinya makin banyak pengangguran.”
Ruang hidup yang remang-remang bagi mereka ternyata bisa memperoleh jalan keluar yang lumayan lewat musik rock and roll yang akhirnya melahirkan apa yang disebut sebagai Punk Rock. “Rock and Roll merupakan jalan satu satunya yang bisa cepat kita pergunakan, dan merupakan media yang paling bagus dan komunikatif,” kata Joe Strummer. “Tapi saya paling muak kalau belum apa-apa seorang bintang rock sudah sesumbar bahwa ia akan mengubah segala-galanya. Macam apa itu Rolling Stones yang malahan akhirnya jadi budak narkotika? Saya tak mau menghamburkan uang saya untuk narkotik lantas bermalas-malasan lihat Televisi berwarna di sebuah villa mewah di Prancis Selatan. Saya ingin aktif dan uang saya ingin saya gunakan untuk membangun sebuah stasion radio,” demikian Joe Strummer sambil mengejek Rolling Stones.
Inginkah mereka, grup Punk Rock ini memiliki banyak uang? Paul Simenon menjawab: “Ya, uang memang bisa membikin kita berbuat banyak hal. Grup-grup band macam Rolling Stones atau Led Zeppelin telah meraih banyak duit, tapi tak mau memberikannya kembali untuk kepentingan anak-anak muda lainnya. Kami berjanji apabila uang kami peroleh, maka anak-anak muda lainnya akan ikut menikmati hasilnya lewat hal-hal yang berguna bagi mereka nanti,” itulah janji Paul Simenon.
Anda telah menyelami apa dan bagaimana itu Punk Rock lewat pandangan-pandangan para musisi dari tiga buah grup Punk Rock Inggris Sex Pistols, The Damned, dan The Clash. Setidak-tidaknya kemunculan grup-grup Punk Rock baik di Amerika maupun di lnggris telah dicatat dalam sejarah musik kontemporer sebagai sebuah “bukti jadi”. Soal apakah mereka disukai atau tidak, apakah umur mereka akan lama atau sebentar, apakah mereka punya pengaruh luas atau tidak, semuanya itu tidak menjadi soal. Yang penting mereka itu pernah ada. (XS)***

Tidak ada komentar: